FCB DAN BELANDA-NISASI ALA AJAX AMSTERDAM

Apakah kalian percaya dan pernah mengalami teori de javu atau pengulangan? Deja vu adalah momen dimana kita merasa pernah melalui atau merasa familiar dengan suatu peristiwa, waktu dan tempat. Mungkin hal itu ada hubungannya dengan indera keenam karena sejauh yang saya tahu, belum ada study mengenai de javu. Sedangkan pengulangan adalah peristiwa yang sudah kita lalui kembali terulang. Saya merasakan kedua  hal tadi terjadi kembali setelah drawing Liga Champion Eropa tadi malam.
Bersama AC Milan, Glasgow Celtic dan Ajax Amsterdam, FC Barcelona masuk di Grup H. Sepertinya Grup H lebih pantas dijuluki sebagai grup neraka karena semua tim yang ada di grup ini sudah pernah memenangkan piala Big Ears. FC Barcelona memenangkan sebanyak 4 kali, AC Milan sebanyak 7 kali, Ajax Amsterdam sebanyak 4 kali dan Glasgow Celtic sebanyak 1 kali. Tidak ada di grup lain yang memiliki lebih dari 2 klub pemenang piala Liga Champion.

Apakah kans FCB untuk lolos terbuka lebar? Presentasi setiap tim untuk lolos adalah 25% menurut saya. Hampir semua orang tahu jika keempat tim bukan lah tim ecek-ecek atau tim kuda hitam dan setiap tim memiliki keunikan tersendiri. Bagi FCB sendiri ada keterikatan atau hubungan (koneksi) dengan ketiga klub yang bakal menjadi lawannya nanti. Hal ini tentu saja membuat persaingan di Grup H semakin menarik.

Tanggal 18 September adalah pertandingan pertama FCB melawan Ajax di Camp Nou. Jika sudah membaca buku El Llibre del Barca di bab La Masia, maka ada keterkaitan antara kedua klub. Ikatan layaknya guru dan murid atau. Hubungan yang seakan menjadi haluan atau faham tersendiri bagi Barca dan menjadi sebuah kontra dari faham Real Madrid. Barca yang condong ke Belanda dan Real Madrid yang condong ke Jerman. Merunut ke sejarah, kedua faham tersebut sangat bertolak belakang

Yes, semua bermula dari pembelian Johan Cruyff oleh FCB dari Ajax di tahun 1973 yang kemudian menjadi ikon dan legenda sepanjang masa bagi kedua klub. Cuyff yang tumbuh dan besar di Ajax, sangat mendalami filosofi Totaal Voetbal yang dibawa oleh pelatih Rinus Michel. Kala Rinus melatih Barca dan mengaktifkan kembali DNA total football yang dahulu pernah ada di Barca kala Jack Greenwell melatih tim utama di tahun 1917 hingga 1924 serta membeli Johan Cruyff, maka sejarah FC Barcelona menjadi manis bagi para fans dikemudian hari.



Memang sosok Loreano Ruiz adalah pencetus cikal bakal akademi La Masia. Namun kala itu masih berbentuk seperti sekolah sepak bola (ssb) dengan skuad Barca B. Melihat kesuksesan Ajax di tahun 70an, FC Barcelona pun ingin menirunya. Dengan bantuan alumnus akademi Ajax Johan Cuyff, Barca merombak La Masia. Hasilnya adalah apa yang kita bisa lihat sekarang ini. Kegemilangan Barca berisikan para lulusan La Masia. Bukan hanya untuk Barca semata, lulusan La Masia pun banyak yang menjadi pilar di klub non Spanyol. Jika ingin lebih tahu mengenai kontribusi Johan Cruyff, bisa dibaca di sini.

Selain faktor La Masia, pun strategi tiki-taka yang dipopulerkan oleh Pep Guardiola di FC Barcelona sejatinya adalah perpaduan antara faham Bielsa, faham Johan Cuyff dan faham Loius Van Gaal. Khusus bagi Van Gaal dan Johan Cuyff, keduanya adalah mantan pelatih Barca. Terutama Cruyff, raihan meneer yang terkenal karena pemikiran out of the box-nya ini lebih manis jika dibanding Louis Van Gaal. Perbedaan keduanya mempengaruhi prestasi klub, namun menjadi vital dikemudian hari. Cuyff yang condong perpaduan pemain akademi dan pemain non akademi, sedangkan Van Gaal yang lebih condong menggunakan pemain asal negara Belanda.

Meski bisa dibilang gagal secara perolehan piala akibat efek ketidakharmonisan dan mismanagement kamar ganti di FC Barcelona, Van Gaal adalah pelatih yang bisa membawa Ajax Amsterdam meraih piala Liga Champion edisi 94/95. Kesuksesan Van Gaal membuat presiden FC Barcelona saat itu, Lluis Nunez mempertimbangkan untuk mengkontrak Van Gaal. Tapi karena Van Gaal masih terikat kontrak dengan Ajax, dan posisi pelatih FCB sudah kosong setelah caretaker Carles Rexach tidak diperpanjang sebagai pelatih, maka Nunez memutuskan untuk mengkontrak pelatih cadangan untuk durasi 1 musim. Pilihannya jatuh kepada Sir Bobby Robson (RIP). Patut mendapat perhatian adalah Sir Bobby kala itu membawa penterjemah dan assisten pelatih untuk sektor pertahanan asal Portugal, Jose Mourinho. Setelah Sir Bobby keluar dari Barca dan Van Gaal menjabat sebagai pelatih kepala, Jose Mourinho masih tetap berkiprah di Barca sebagai assisten Van Gaal.

Selain Michel, Cruyff dan Van Gaal, ada satu entrenador asal Belanda lainnya yang cukup sukses di Barca dan alumni Ajax yaitu Frank Rijkaard. Selain pernah menjadi skuad inti kemenangan AC Milan di ajang Liga Champion, Rijkaard pun turut berperan dalam raihan Ajax Amsterdam meraih piala Liga Champion dibawah arsitek Van Gaal. Rijkaard sendiri memberi piala Liga Champion Eropa kedua bagi Barca di musim 2005/06 setelah pada awal masa kontraknya di tahun 2003 sempat dipertanyakan kelayakannya melatih tim sebesar FC Barcelona. Keraguan fans terhadap Rijkaard memang kerap muncul, akan tetapi presiden FCB saat itu Joan Laporta selalu percaya terhadap Rijkaard, termasuk sang "pembisik", Johan Cruyff.
Jika Van Gaal dianggap gagal karena faktor tangan besi, maka Rijkaard dianggap gagal karena kurangnya apresiasi terhadap kinerja para pemain, serta kurangnya disiplin terhadap para pemain. Bisa dilihat contohnya pada kasus Dinho, Eto'o dan Deco di musim 2007/08. Maka tidak heran ketika Pep menjabat sebagai pelatih, Pep menerapkan disiplin yang ketat bahkan terkesan keterlaluan dengan menyewa detektif untuk mengikuti keseharian para pemainnya.

Ajax Amsterdam adalah klub memiliki akar tradisi yang dianggap maju di tahun 60 dan 70an padahal kondisi Ajax kala itu bukan lah tim kaya. FC Barcelona beruntung bisa menjadi pengekor kesuksesan Ajax sehingga bisa membuat nama FC Barcelona menanjak. Sudah menjadi rahasia umum jika pluralisme adalah jawaban terhadap kebutuhan globalisasi. Lihat saja FCB. Pemain superstar berasal dari Argentina, disokong para pemain timnas Spanyol, Direktur Olahraga dari suku Basque, jersey dari perusahaan Amerika, sponsor utama dari negara Arab, memiliki DNA dari Belanda dan fans terbanyak datang dari Asia. Akan menjadi blunder jika kemudian FCB menutup mata dengan chauvinisme.



PRIMER EL BARCA! 

2 komentar:

  1. deja vu
    bang... hehe
    diambil dr bhs prancis yang artinya telah melihat :))

    BalasHapus
  2. Waktu nonton YouTubenya The Dream Team'92, bener-bener baru ngeh kalo akar main cantiknya Barca dari sononya udah kuat...sedap banget ngeliat umpan-umpan Ronald de Boer,dkk.. kayak Barca aja (lho??)... Kayak gak ada bedanya aja padahal dua puluh tahunan lebih yang lalu

    BalasHapus