HANTU MASA LALU FCB


Kadang saya bingung sendiri jika melihat orang yang menjelek-jelekan mantannya. Bagi saya, agak aneh karena bukannya dulu sang mantan itu orang yang paling disayangi? Lalu kenapa harus berubah dengan menjelek-jelekan sang mantan atau hubungan dengan sang mantan? Bukan kah itu sama saja dengan menunjukan kebodohan dan merendahkan diri sendiri dengan membuka aib yang pernah menjadi pilihan kita dahulu? Mungkin bagi mereka, perilaku tersebut semacam pencarian terhadap pembenaran berakhirnya hubungan mereka, pencitraan untuk hubungan mereka selanjutnya atau karena sakit hati. Mungkin.


Setiap masalah selalu ada 2 sisi atau versi. Seharusnya mereka melihat dari 2 sisi kenapa hubungan mereka bisa berakhir. Jika hanya melihat dari 1 sudut pandang, hasilnya ya seperti itu. Yang dibutuhkan hanya sedikit waktu untuk introspeksi diri. Memikirkan hal-hal yang pernah dilakukan sehingga hubungan tersebut bisa berakhir mungkin sedikit bijak. Lagi pula, bukan kah hidup itu harus tanpa penyesalan agar bisa terus melangkah? #SelfNote




Ah, jika berbicara introspeksi, saya jadi teringat kembali kepada kejayaan era Pep Guardiola. Permainan indah yang diperagakan jugadors FC Barcelona bisa meraih beragam piala dan juga meraih simpati fans. Seperti yang sudah saya duga (Saya pernah tulis di artikel terdahulu), strategi Pep tersebut menjadi standar tersendiri bagi pelatih pasca Pep. Semacam standar atau tolak ukur terhadap permainan FC Barcelona. Sedikit berbeda dengan ide Pep, maka nada protes langsung dilancarkan kepada pelatih baru.

"Tiki-taka telah mati!" dan "Barca tidak bermain indah" diucapkan pada pertandingan kontra Rayo Vallecano dan Ajax Amsterdam. Lalu "FC Barcelona masih bermain dengan tiki-taka" dikatakan pasca kemenangan melawan Real Sociedad. Hanya saja saya heran, kenapa  cepat sekali berubah pikiran? Kenapa di era kepelatihan Tito tidak ada yang berbicara bahwa tiki-taka sudah tidak dipakai lagi? Kenapa baru sekarang ributnya? Apa yakin pada pertandingan kontra Sociedad itu tiki-taka?

Sepanjang kepelatihan Tata Martino, saya hanya 1 kali melihat FC Barcelona bermain tiki-taka dengan bebasnya, yaitu kala melawan Santos di eksebisi Joan Gamper pramusim lalu. Setelahnya, FCB bermain berbeda. Sangat amat berbeda. Bisa dibilang Barca tidak lagi bermain tiki-taka. Silahkan mengganggap saya salah, tapi bagi saya ciri utama dari tiki-taka sudah hilang di Barca.

Sebelum melangkah lebih jauh, pertama-tama kita harus fahami bahwa ada perbedaan antara template FC Barcelona dengan tiki-taka. Sebuah template adalah dasar atau fondasi dari klub, sedangkan tiki-taka adalah ide Pep. Beda kan?

Template FCB adalah penggunaan 4-3-3, condong mengandalkan teknis/skill, menghormati lawan dan official pertandingan, serta menerima kekalahan dengan lapang dada. Itu menjadi semacam filosofi klub karena diajarkan sejak tim junior.

Lalu apa itu tiki-taka? Simple sih. Menciptakan segitiga-segitiga diantara para pemain (create spaces & movement), short passes, bola dilarang terangkat dari rumput (dilarang crossing atau lob), work on box, pressing ketat, horizontal passes dan terkesan memutar-mutar bola diluar kotak pinalti sebelum akhirnya melakukan through pass. Intinya, tiki-taka adalah permainan yang mengutamakan short passes, kesabaran dan keunggulan ball possession. Ide dari pemikiran tiki-taka adalah agar bisa mengatur ritme permainan dan menjaga kestabilan antara penyerangan (lini depan) dan bertahan (lini belakang). Maka tidak heran jika tiki-taka lebih condong menumpuk pemain tengah. FCB lebih condong memainkan false 9 dibanding striker murni dan aplikasi di timnas Spanyol sendiri jarang memainkan striker murni. 

Apakah tiki-taka sempurna sehingga tidak terkalahkan? Hmm.. Tidak juga. Silahkan pikirkan sendiri ketika melawan tim apa, kapan dan apa alasannya tiki-taka bisa kalah. 

Bagi saya, Tata memberi 'Plan B' yang tidak pernah dilakukan oleh Pep. Semacam strategi kedua/cadangan ketika strategi utama tidak berjalan. Dulu, sempat terlontar jika Barca butuh 'Plan B' dengan memainkan striker yang bisa berperan sebagai target man. Pemikiran ini didasari oleh minimnya variasi serangan andai Barca menemui jalan buntu. Mungkin cules masih teringat romantisme dengan Henrik Larsson sehingga terfikir mengenai 'Plan B'. Tapi pada akhirnya Pep terlalu keras kepala untuk mengubah strategi tiki-taka. 

Pada akhirnya tidak lah penting untuk memperdebatkan perbedaan taktik antara Pep dan Tata. Pep memiliki caranya sendiri, dan begitu juga dengan Tata. Pep yang lebih condong filosofis dan Tata yang resultist. Nilai sebuah kemenangan akan menjadi hambar jika terlalu terekspose. Sebaliknya, ekperimen akan menjadi sia-sia andai tidak memiliki dasar/fondasi yang kuat. Yang berlalu biarkan berlalu. Baik atau buruknya masa lalu, tidak bisa dipungkiri jika hal-hal di masa lalu adalah yang membentuk kita sekarang. Lebih baik fokus untuk melangkah kedepan dan tidak terjebak oleh masa lalu.




PRIMER EL BARCA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar