RIVALITAS ABADI

Real Madrid vs Fc Barcelona, atau biasa di sebut el clasico, adalah pertandingan yang menarik miliaran penonton di seluruh dunia. Pertandingan yang melebihi panasnya derby Mancester, Meyerside atau derby-derby lainnya. El Clasico adalah seperti pertarungan 2 buah idealisme dan suku bangsa yang berlainan. Castillan melawan Catalan. Pertarungan dua buah martabat dan harga diri, melebihi gengsi. Bahkan legenda Newcastle United yang pernah melatih Barcelona pada tahun 1996/97 pernah berkata bahwa "Katalan adalah sebuah negara, dan Fc Barcelona adalah pasukannya."


Tetapi ada beberapa cacat dalam pertarungan yang bisa di sebut laga para bintang tersebut. Hal-hal yang di luar lapangan yang somehow bisa masuk ke dalam lapangan. Tentu saja, hal-hal "kecil" tersebut cukup mempengaruhi jalannya pertandingan. Berikut saya coba rangkum.

1. GURUCETA CASE
Kejadian ini terjadi ketika semifinal copa leg kedua, pada 6 Juni 1960 di Camp Nou. Real Madrid memiliki keunggulan 2 buah gol di kandang. Ketika itu Barcelona unggul 1-0 atas Real Madrid. Lalu tiba tiba pada pada menit ke 6 setelah half-time, sang wasit bernama Guruceta memberikan pinalti bagi Real Madrid. Pada saat kejadian, Guruceta berada 35 meter dari kejadian dan insiden jatuhnya Manolo Velasquez berada 2 meter dari area pinalti. Asisten wasit tidak mengangkat bendera tanda terjadinya pelanggaran saat itu. Real Madrid lolos ke final melawan Valencia dan menjuarai kejuaraan tersebut.

Headline Tabloid Marca
Para pemain Barcelona, termasuk pemain lini depan Carles Rexach, protes akan keputusan penalti tersebut. Mereka meninggalkan lapangan dan menolak untuk bermain, tetapi kemudian bermain kembali setelah sang pelatih berkewarganegaraan Inggris, Vic Buckingham membujuk para pemain untuk bermain kembali demi menghindari situasi yang memburuk.Yang kemudian menjadi "sedikit" masalah adalah ketika keputusan pinalti tersebut di berikan, para telah terlanjur penonton marah. Mereka melempari lapangan dengan kursi dan tidak mengembalikan bola yang keluar lapangan. Pertandingan tersebut tidak pernah di selesaikan karena para penonton memasuki lapangan dan mengejar wasit. Skor akhir tetap sesuai dengan sebelum kejadian. Tidak pernah ada rematch. Para wasit harus berdiam diri di kantor polisi untuk beberapa hari demi keselamatan diri mereka karena para fans terus mencari-cari mereka.

Masalah ini menjadi semakin pelik karena melibatkan suku lain, bukan hanya Catalan dan Castillan, tetapi juga kecurigaan terhadap suku Basque. Teori pun berkembang bahwa wasit dari Basque yang di suap, akan menghasilkan sedikit kecurigaan dibanding wasit dari Asturia atau Andalusia. Basque dan Catalan adalah suku bangsa yang sama-sama memperjuangkan kemerdekaan mereka dari "jajahan" suku Castillan.
Guruceta mendapat larangan memimpin pertandingan sebanyak 6 kali oleh komisi wasit. Tidak lama setelah insiden tersebut, Guruceta membeli sebuah mobil mewah bagi ukuran seorang wasit, BMW. Pad tahun 1978 Guruceta meninggal akibat kecelakaan mobil.



EUFA Cup 1984
Pada semifinal EUFA Cup leg kedua tahun 1984 antara Anderlect vs Nottingham Forrest, Guruceta di curigai mendapat sogokan dari Presiden Anderlect, Constan Vanden Stock untuk memenangi Anderlect, karena pada leg pertama Anderlect kalah 2-0. Konspirasi ini melibatkan juga oknum dari komisi wasit Belgia serta gengster lokal Belgia. Guruceta yang mengalami kesulitan finansial dan tawaran sebesar 1 juta franc Belgia melalui oknum komisi wasit Belgia.
Pada akhirnya Anderlect menang dengan skor akhir 3-0, yang di isi oleh penalti di menit-menit akhir serta pembatalan gol untuk pihak Nottingham. Di final, Anderlect kalah dari Tottenham Hotspurs.

2. GENEROSITY OF THE REGIME
Suatu pertandingan yang sangat "fantastis" jika melihat jumlah gol serta korelasi antara sepakbola dengan politik. Di leg pertama kejuaraan Copa Del Generalismo yang kemudian berganti nama menjadi Copa Del Rey pada tahun 1976, Barcelona unggul 3-0 di Camp Nou. Pada leg kedua di Bernabeu, para pemain barcelona kedatangan "tamu" tidak diundang dari kepala keamanan Madrid. Mereka  "diingatkan" bahwa mereka masih dapat bermain karena kebaikan dari sang diktaktor, Francisco Franco. Kasarnya, mereka dipaksa untuk mengalah untuk meloloskan Real Madrid ke final atau nyawa mereka menjadi taruhannya.
Meskipun pada akhirnya Barcelona kalah dengan skor telak 11-1, tetapi 1 buah gol dari Barcelona tersebut menandakan sebuah perlawanan akan harga diri.

3. ALFREDO Di STEFANO
Legenda Real Madrid yang pada awalnya memiliki kesepakatan bermain untuk Barcelona, yang kemudian beralih bermain untuk Real Madrid pada tahun 1953. Beberapa teori muncul ke permukaan, tetapi faktor uang sepertinya bukan menjadi pokok masalah.
Tugas untuk mengkontrak Di Stefano pada awalnya diserahkan manajemen Barcelona kepada Ramon Trias Fargas yang juga anak dari pemilik saham di klub Di Stefano bermain di liga Kolombia, Milloranios. Tetapi di tengah-tengah negosiasi, presiden klub Millorainos, Marti Carreto mengikutsertakan pemandu bakat, Josep Samitier yang juga membawa seorang pria Kolombia bernama Joan Busquets dalam negosiasi tersebut. Busquets yang juga duduk dalam manajemen klub sepakbola Santa Fe, sepertinya ingin negosiasi ini tidak terlaksana. Santa Fe adalah rival abadi dari Milloranios, klub dimana Di Stefano bermain.

Di Stefano
 Masalah semakin pelik ketika River Plate yang juga memiliki kuasa atas kepemilikan Di Stefano, mengizinkan sang pemain hengkang ke Barcelona, asalkan Millorainos setuju dengan nilai transfer yang di tawarkan Barcelona. Millorainos yang mengetahui Busquets juga turut bermain dalam negosiasi ini, mengurungkan niat untuk menjual Di Stefano.
Pada akhirnya di tahun 1953, Barcelona memiliki kesepakatan dengan Di Stefano mengenai kepindahannya ke Barcelona. Masalah lain kemudian lahir karena FIFA  dan River Plate tidak mengetahui kesepakatan tersebut dan menganggap Di Stefano mangkir dari kontrak dengan Millorainos. Pun Federasi Sepakbola Spanyol tidak mengetahui kesepakatan antara Barcelona dengan Di Stefano. Federasi Sepakbola Spanyol berdalih bahwa menurut Pakta Lima, Di Stefano seharusnya tetap bermain di Millorainos sampai tahun 1953 dan membutuhkan izin dari River Plate dan Millorainos untuk pindah ke Spanyol. Millorainos kemudian melaporkan masalah ini kepada FIFA dan FIFA pun menunjuk Federasi Sepakbola Spanyol untuk mengatasi masalah ini.

Alfredo Di Stefano Bersama Prince Of Bernabeu, Raul Gonzales
 Saat kedatangan Di Stefano ke Spanyol pada tanggal 13 Mei 1953, Di Stefano berunding dengan Federasi Sepakbola Spanyol. Entah atas dasar apa, Di Stefano kemudian bermain untuk Real Madrid. Meski Federasi Sepakbola Spanyol menyatakan larangan atas Di Stefano untuk bermain di Liga Spanyol, selama Real Madrid dan Barcelona berunding atas hak pemain kepada Millorainos. Pada 15 September 1953, Federasi Sepakbola Spanyol mengumumkan bahwa Real Madrid dengan Millorainos telah mencapai kesepakatan atas diri Di Stefano. Kesepakatan tersebut berupa kontrak bermain selama 4 tahun yang akan dibagi selama 2 tahun bagi setiap klub.
Kesepakatan ini mendapat respon negatif dari kubu Barcelona dan fans yang merasa telah mencapai kesepakatan dengan Di Stefano. Meski kesepakatan tersebut tidak resmi, seharusnya Real Madrid tidak turut campur jika dilihat dari etika bisnis.