Jika berbicara modern football di musim panas kali ini, saya yakin para pemegang faham anti-modern football akan mencibir, menyinyir atau bahkan menyumpahi keinginan Real Madrid untuk membeli pemain asal Wales, Gareth Bale. Dengan mahar yang katanya mencapai 100 juta euro, maka Bale akan mencatatkan diri sebagai pemain termahal di dunia, mengalahkan Cristiano Ronaldo, selain menjadi pemain asal Wales pertama di Real Madrid.
Banyak yang bilang, Bale overrated alias terlalu dilebih-lebihkan dengan nilai transfer sebesar itu. Untuk perbandingan, harga pasaran Cristiano Ronaldo yang pernah mendapat banyak penghargaan pribadi dan raihan bersama klub yang pernah dibelanya saja mencapai nominal 100 juta. Berbeda jauh jika dibandingkan dengan Bale.
Lalu kenapa Madrid keukeuh ingin mendapatkan Bale? Jawabannya karena Bale posisi berbeda-beda. Left back, left midfielder tradisional, wing kiri, wing kanan, free role, jadi 2nd striker, Inside Forward. Mungkin hanya posisi kiper, center back dan striker yang belum dicoba oleh Bale. Andai Bale masuk ke Barca musim ini, saya yakin Bale akan diplot sebagai CB dan striker false-9 menggantikan Messi.
Utility atau keserba-gunaan pemain sangat penting bagi sebuah klub. Alasan Pep Guardiola menebus klausul buyout Thiago pun karena Thiago bisa bermain di banyak posisi. Tidak heran pula klausul buyout Adriano dinaikan menjadi 90 juta euro kemarin, padahal usia Adriano sudah tidak muda lagi dan rentan cidera. Mendapatkan pemain yang bisa bermain di banyak posisi itu seperti berkah atau anugerah bagi sebuah skuad.
Dan masuk akal pula jika Daniel Levy sang menolak angsuran pembelian Bale menjadi 25 juta euro setiap tahunnya untuk jangka waktu 4 tahun. Selain untuk belanja pemain bagi Hotspurs, sepertinya Levy yakin jika Florentino Perez bersedia mengeluarkan uang lebih di pembayaran pertamanya. Siapa sih yang tidak tahu jika Real Madrid adalah klub kaya?
Nilai Bale yang membengkak ini membuat Wenger yang agak "pelit" dalam soal transfer, berkomentar. Kenyinyiran Wenger ini sebetulnya cukup beralasan, yaitu terciptanya ketidak-stabilan dalam soal pemain yang layak dihargai mahal. Lebay memang. Namun setidaknya itu yang bisa saya tangkap dari statement pelatih asal Prancis ini.
Michele Platini yang pada awalnya getol memperkenalkan financial fair play sendiri terkesan menutup mata dan tebang pilih dalam soal regulasi ini. Padahal regulasi ini bertujuan untuk menyeimbangkan keuangan klub dan menjaga kompetitas liga. Sejauh ini saya belum mendengar statement Platini soal Bale tuh.
Selain karena utility Bale diatas, jujur, saya kurang yakin pada niatan Real Madrid sendiri. Skuad mereka sangatlah menakutkan dengan pelapis yang super gila keren. Yes, bagi saya yang masih awam dan bukan madridista, Madrid tidak membutuhkan Bale. Yang dibutuhkan Madrid adalah pelatih penyemangat, membentuk mental mereka dan mengarahkan mereka. Bahkan mungkin para pemain Real Madrid tidak membutuhkan sosok pelatih, seperti yang Barca pernah lakukan di 1 pertandingan musim lalu.
Seperti yang sudah-sudah sebelumnya, Real Madrid tidak bisa jauh dari era Galacticos dan La Decima. Oleh karenanya, sudah menjadi "kewajiban" uncle Flo untuk membangun skuad berisikan pemain mahal. Lalu apakah langkah Perez ini tepat bagi Real Madrid untuk label Galacticos?
Sejatinya ide Galacticos adalah mengumpulkan pemain-pemain mahal yang telah memiliki label superstar agar bisa membantu memenuhi piala di lemari tropi dan mengenalkan nama klub ke khalayak umum, sehingga bisa mendongkrak penjualan jersey. Bisa dibilang Galacticos Real Madrid edisi pertama sukses dengan meraih treble. Namun di musim berikutnya dengan datangnya David Beckham, secara perlahan Real Madrid tenggelam.
Meski minim raihan gelar, tidak bisa dipungkiri nama Real Madrid menanjak di pasar Asia kala itu, berbarengan dengan Fc Barcelona berkat strategi-strategi manajemen Joan Laporta yang mereformasi direksi dan manajemen Fc Barcelona.
Apakah penjualan jersey yang meningkat bisa mempengaruhi income klub? Jawabannya antara iya dan tidak. Tidak, karena laba dari penjualan jersey tidak masuk ke klub, namun ke pihak sponsor/apparel yang memproduksi jersey tersebut. Iya, karena dengan meningkatnya penjualan jersey, maka pihak klub bisa (jika memang ingin) menegosiasi ulang kerjasama dengan pihak sponsor/apparel sehingga uang yang diterima klub dari kerjasama tersebut meningkat. Mungkin agak sulit untuk menegosiasi ulang, namun setidaknya posisi klub memiliki posisi tawar yang lebih tinggi ketika akan memperpanjang kontrak sponsor atau menjalin kerjasama dengan sponsor/apparel lainnya.
Kalau saya lihat-lihat lagi, sebetulnya ada kesamaan antara Neymar dengan Bale, yaitu diminati oleh sang presiden klub, bukan atas permintaan pelatih. Pun kisah drama transfer juga sama. Hal ini memberikan tekanan yang besar kepada pemain tersebut karena drama yang diciptakan media massa.
Jika dibandingkan dengan Neymar, tentu saja "drama" Neymar lebih menarik karena Neymar dilabeli The Next Big Star karena usia yang relatif muda beberapa tahun dibanding Bale. Selain itu, asal Neymar dari negara penghasil pemain berkualitas pun lebih menarik untuk ditulis oleh media massa, dibanding Bale yang berasal dari Wales yang notabene kurang disukai oleh orang Inggis sendiri.
Kisah drama seperti ini lah yang membuat musim panas dan bulan January menjadi menarik. Pada akhirnya sang pemain tersebut yang kemudian harus membuktikan dengan permainan apik serta raihan piala untuk menutupi nilai transfer. Pembelian flop atau bukan, hanya waktu yang bisa menjawab.
PRIMER EL BARCA!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar