Apa yang terjadi jika hal yang kita harapkan ternyata tidak
terwujud sesuai kenyataan? Apakah akan ikhlas menerima atau kecewa? Mungkin
beragam jawaban akan muncul. Tergantung dari apa yang kita harapkan, apakah
harapan kita itu termasuk kedalam yang urgen dan penting atau hanya sekedar
pelengkap saja. Namun tetap, dibutuhkan keikhlasan untuk bisa berlapang dada
untuk menerima sebuah kenyataan. Hidup memang tidak pernah menjanjikan melulu
kebahagian. Sebuah kenyataan pahit akan bisa membuat kita lebih dewasa dalam
bersikap. Seharusnya.
Jika kita berbicara hal yang tidak
bisa terwujud, saya tidak akan munafik. Banyak hal yang saya pikirkan membuat
saya menelan ludah. Dan saya yakin semua orang pun pernah mengalami hal yang
sama seperti saya. C’est la vie.
Berbicara mengenai harapan, pada
pertandingan antara Rayo Vallecano kontra FC Barcelona kemarin saya sempat
tersenyum kecut melihat jawaban-jawaban follower dari akun satu juta umat
(tidak perlu disebutkan nama akunnya). Rata-rata fans Barca memiliki ekspektasi
yang tinggi terhadap tim dalam hal ball possession. Ekspektasi ini tidak ada
hubungannya dengan kemenangan, namun dari cara bermain. Wajar, karena mayoritas
fans Barca lebih memiliki jalan pikiran yang sesuai dengan motto klub
kecintaannya, yaitu “Lebih
baik kalah dengan cara sendiri daripada menang dengan cara yang lain”.
Betul kah FC Barcelona bermain
dengan cara yang ‘lain’? Apakah nama tiki-taka sudah menjadi hal yang paten
bagi Barca? Sesuatu yang harus dipraktekan di setiap pertandingan.
Tidak hanya di Indonesia, di
negara asalnya pun FC Barcelona sedang dikritik habis-habisan karena bermain
diluar faham yang biasanya dipakai. Strategi Tata Martino dianggap melenceng
dari filosofi klub. Pertanyaan saya: filosofi yang mana?
Mungkin banyak yang tidak menyimak
konfrensi pers Jorge Pautasso kemarin sebelum pertandingan. Assisten
pelatih Tata ini berkata jika “Tata
Martino tidak berniat mengubah permainan khas FC Barcelona”.Saya
lebih percaya ucapan assisten pelatih atau orang yang lebih kompeten dalam hal
sepakbola, dibanding mata saya sendiri yang mlihat bahwa Barca sudah berubah.
Ada sdikit nada munafik memang. Akan tetapi, seperti yang sudah saya tulis di
beberapa artikel sebelumnya, saya tidak mengharapkan Tata menerapkan strategi
yang sama seperti Pep Guardiola atau Tito Vilanova. Setiap pelatih memiliki
‘signature’ masing-masing.
Sempat terkaget-kaget juga ketika
membaca hasil wawancara Gerard Pique yang mengatakan jika “Kami seperti budak tiki-taka”.
Well, statement Pique tersebut tidak bisa disalahkan. Pique melihat bahwa
tiki-taka tidak lah kadaluarsa. Namun FC Barcelona membutuhkan perubahan.
Sebuah evolusi permainan. Andai FC Barcelona masih terpaku kepada 1 jenis
permainan selama bertahun-tahun, maka akan monoton dan membosankan. Lebih dari
itu, lawan akan mudah menebak jalan pikiran skuad utama.
Tata Martino memang seakan
menghapus permainan tiki-taka. Strategi Tata yang sering memakai counter attack
sebetulnya cocok dengan karakter beberapa pemain FCB. Speed yang dimiliki Lionel Messi, Neymar, Alexis, Pedro, Tello, Adriano, Alves dan Alba bisa
dengan mudah mengaplikasikan keinginan Tata. Keunggulan dan ketepatan dalam
soal passing yang dimiliki Barca masih diterapkan oleh Tata Martino koq.
Permainan high pressure, high defensive line dan keunggulan winger masih
seperti dahulu.
Masih ingatkah kepada pertandingan
melawan Chelsea di Camp Nou pada kompetisi semifinal Liga Champion 2011/12?
Bagaimana Barca menguasai jalannya pertandingan, namun pada akhirnya Chelsea
keluar sebagai pemenang karena memanfaatkan kelengahan barisan pertahanan
Barca? Atau pada pertandingan melawan AC Milan, Real Madrid dan lainnya, dimana
tim-tim tersebut menerapkan strategi ‘parkir bus’ dan counter cepat untuk
mematikan tiki-taka.
Saya bukan beranggapan jika FC
Barcelona kemudian akan bermain ‘parkir bus’. Tidak. Namun saya melihat FC
Barcelona bermain efektif. Ball possession tidak lah penting. Itu hanya
statistik semata. Hal yang penting adalah jumlah gol yang dilesakan. Pemikiran
seperti ini dianut oleh Jose Mourinho. Seorang
resultis atau penganut faham bahwa hasil akhir adalah lebih penting dan cara
untuk mencapai hasil tersebut, beragam cara terkadang dipakai. Cara halus atau
cara kasar.
Tidak ada pikiran saya bahwa Tata
menerapkan filosofi Jose Mourinho.Permainan cepat yang diperagakan Tata memang
agak mirip dengan strategi blitzkreig atau serangan cepat ala Real Madrid era
Jose Mourinho. Resultist ala Mou lebih terkesan kebablasan dibanding Tata
Martino.
Di sepakbola, hasil akhir adalah
penentu menang atau tidaknya sebuah tim, bukan statistik. Jika kita mengaca
pada permainan Barca pra Pep Guardiola, maka
sejatinya Barca memang tidak memainkan permainan ball possession. Lalu, apakah
bisa berkata jika ball possession adalah bagian dari ‘filosofi’ Barca? Tidak.
Ball possession yang diterapkan Pep adalah berdasarkan pemikiran Johan
Cruyff yang
mengatakan jika “Kamu
tidak akan bisa menyerang lawan jika kamu tidak memiliki bola”.
Dengan atau tanpa pemikiran yang mengagungkan ball possession, perkataan Cruyff
tersebut memang ada benarnya. Silahkan tanya ke diri masing-masing; apakah kita
lebih suka Barca menang secara skor atau menang secara statistik. Akan menjadi
munafik jika kita memilih statistik dibanding skor akhir.
‘Filosofi permainan’ ball possession
dan short passes yang katanya menjadi trade mark FC Barcelona, dianut pula oleh
tim lain. Bahkan ada beberapa tim yang memakai strategi ini jauh sebelum Pep
memakainya. Jika kita melihat jalannya perkembangan FC Barcelona, yang disebut
filosofi permainan FCB adalah: penggunaan strategi 4-3-3, menghargai dan
menghormati lawan dan perangkat pertandingan, tidak bermain keras, dan lebih
mengandalkan permainan dasar dari sepakbola alias teknik. Mungkin ada yang
terlewat oleh saya, namun sejak era Johan Cruyff hingga Frank Rijkaard, ball
possession tidak lah menjadi keharusan. Permainan total football dan crossing
dari sisi lapangan menjadi makanan sehari-hari Barca. Malah FC Barcelona pernah
memainkan permainan kick and rush layaknya klub Inggris dengan mengandalkan
fisik koq. So, tidak ada perbedaan antara sekarang dan dahulu.
So, bisa diambil kesimpulan jika
quote “Lebih baik kalah
dengan cara sendiri daripada menang dengan cara yang lain”
tergantung kepada siapa dan bagaimana sang pelatih menginginkan kemenangan.
Memang saya akui, Pep memberikan atau menyempurnakan strategi yang cocok bagi
Barca.Tapi jika Pep sudah tidak ada di klub, direksi tidak menginginkan lagi
ide Pep, dan lawan menemukan penawar tiki-taka, apakah kita harus terpaku pada
hal yang sama? Dalam hidup, ada satu titik dimana kita harus meninggalkan hal
yang lama dan mencari hal yang baru agar kita bisa berkembang. Jangan khawatir,
hidup itu seperti roda yang berputar. Suatu saat nanti, ada saatnya kita
kembali kepada titik yang sama meski berbeda waktu dan kondisi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusCopas dari indobarca ya mas?
BalasHapusIya copas. Kan sama-sama saya yang nulisnya. Majalah? *krik krik krik*
HapusKang marvin ni oke bener tulisan nya...memandang secara objektif..
BalasHapus#fansKangMarvin
kang, I ADORE YOUUUUU. *udah cuma mau bilang itu ajah :))
BalasHapuswkwkwkwk. copas nih kang marvin :p
BalasHapus