115 Tahun Ideologi FC Barcelona

Tanggal 29 November ini menjadi momen yang membahagiakan bagi seluruh fans FC Barcelona di seluruh dunia. Bagaimana tidak, klub kebanggaan asal kota Barcelona tersebut sudah berusia 115 tahun. Sebuah perjalanan yang sangat panjang dan melelahkan, namun menimbulkan rasa antusiasme yang berkelanjutan di setiap laga. Sebuah sensasi yang tidak bisa dibayarkan dengan gepokan uang atau digambarkan dengan kata-kata.

Dengan usia yang terbilang sudah tua bagi ukuran manusia, impian Joan Gamper terwujud nyata. Sesuai dengan perkataan sang pionir "Barcelona tidak boleh dan tidak harus mati," kini klub menjadi salah satu barometer bagi klub-klub sepakbola lainnya. Perkataan salah satu presiden FC Barcelona, Agusti Montal i Costa, pada kampanye pemilihan presiden yaitu "quelcom mes que un club de futbol", Barca secara nyata berkembang bukan hanya menjadi klub sepakbola semata. Perkataan Agusti Montal i Costa ini diamini pula oleh legenda Inggris Sir Bobby Robson yang berkata jika "Barcelona adalah ibukota tanpa negara dan Barca adalah tentaranya."

Meskipun dibentuk dari pencampuran orang-orang Inggris, Swiss, Katalan dan Spanyol, serta memiliki faham Nasionalisme Katalunya, namun FC Barcelona tidak bisa lepas dari pluralisme. Sepanjang sejarah, FC Barcelona tidak bisa lepas dari suku atau bangsa lain. Bahkan rencana Sandro Rosell yang mengkhususkan diri Barca untuk suku Katalan pun menuai beragam kritikan. Bagaimana tidak, dengan globalisme yang kian meluas, maka Barca pun tidak bisa lepas dari "bantuan" finansial fans dari negara lain. Apa yang Rosell coba tanam, akhirnya berbuah dengan beragam skandal kemunafikan. 

Start From Scrap
Pada usia yang menginjak 115 tahun, ada sedikit hal yang bisa dibanggakan, yaitu pemecahan rekor yang dilakukan Lionel Messi. Tidak tanggung-tanggung, rekor pencetak gol terbanyak di La Liga, mengungguli raihan Telmo Zarra dan rekor gol terbanyak di Liga Champions, melewati raihan Raul Gonzalez. Meski rekor tersebut tidak berimbas langsung kepada klub, namun setidaknya culer bisa tidur nyenyak karena masih ada sosok Messi yang bisa menjadi penyelamat dan penjaga mimpi pada suporter Barcelona. 

Itu tadi positifnya. Sedangkan negatifnya adalah banyaknya skandal yang menerpa klub. Dimulai dari kasus mempertanyakan pemilihan Qatar Sport Investment, klausul kerjasama dengan Qatar Sport Investemet yang terkesan tipu-tipu, transfer Neymar yang kemudian berkembang lebih luas, kebijakan transfer pemain dan rencana pembangunan Espai. Meski hidup tidak selalu sempurna, tapi di mata suporter FC Barcelona, sosok klub haruslah tetap sempurna. Sebuah tuntutan yang melelahkan dan tidak akan ada habisnya, namun logis karena ekspektasi tersebut timbul dari rasa cinta yang teramat dalam. 

Sayangnya, ekspektasi yang ada tidak sejalan dengan kebijakan direksi FC Barcelona di bawah era Sandro Rosell dan Josep Maria Bartomeu. Alih-alih mempertahankan kesuksesan Joan Laporta, kini prestasi Barca kian merosot. Dalam tiga musim, Barca memiliki tiga pelatih berbeda. Kesuksesan Joan Laporta dan Josep Guardiola akan selalu menjadi hantu masa lalu yang membayangi Barca di masa mendatang. Kesuksesan Laporta yang mengangkat Barca dari tepi jurang kebangkrutan dan Guardiola yang memberikan prestasi-prestasi mentereng pun tidak bisa mengalahkan kegemilangan Barca Five Cups dibawah asuhan Ferdinand Daucik dan The Dream Team era Johan Cruyff. 

Hal kecil yang terjadi di musim ini adalah pembelian pemain. Setelah dalam beberapa musim tidak membeli pemain belakang, direktur sepakbola Andoni Zubizarreta bernafsu memperbaiki lini belakang yang kian keropos. Sialnya, beberapa pembelian pemain tersebut tidak berdasarkan pertimbangan yang matang. Ada dua kasus yang menjadi sorotan dalam kebijakan transfer pemain, yaitu Thomas Vermaelen yang belum bermain bersama Barca di ajang resmi dan terancam absen hingga akhir musim, serta Douglas yang pembeliannya dipertanyakan dan disinyalir tidak jauh dari korupsi dan nepotisme. 

Kamu Siapa?
Sebetulnya rencana Zubiza sudah benar, yaitu memperbaiki lini belakang, mengganti kiper karena Victor Valdes hengkang, menambal lini tengah dan menambah amunisi lini depan. Akan tetapi penambahan pemain depan membuat Barca kian mirip dengan Real Madrid yang membeli pemain superstar dan sedang dalam tren. 

Ah iya, pembelian superstar dan faham superioritas suku Katalunya ini menjadi dua titik yang bertolak belakang, namun tidak bisa terpisahkan. Seperti magnet. Sepanjang sejarah, Barca memang terkenal biasa membeli pemain berkualitas dan mahal demi mendongkrak prestasi, nama/citra dan finansial klub. Akan mengherankan jika ada pihak yang beranggapan bahwa Barca bisa sukses hanya dengan bermodalkan tim utama yang seluruhnya diisi pemain-pemain lulusan akademi La Masia. Terlalu naif, jika menurut saya. Alasannya sudah cukup jelas, yaitu mengaca kepada masa lalu dan kesuksesan klub lain. Bagi saya, pemikiran tersebut tidak lebih dari sekedar mengadopsi ideologi superioritas suku Arya yang dianut oleh Adolf Hitler. 

Barcelona akan tetap menjadi Barcelona, sebuah klub yang tidak akan bisa lepas dari humanistas. Sanjungan dan kritikan akan tetap berlanjut dialamatkan kepada klub. Sebuah sanjungan untuk mengapresiasi kerja keras, dan sebuah kritikan untuk sekedar mengingatkan bahwa Barca adalah tim juara. FC Barcelona adalah tim terbaik yang lahir dari kesenggangan Hans Gamper dan tumbuh berkembang menjadi salah satu permata dunia sepakbola. 

Feliç aniversari!! 




PRIMER EL BARCA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar