Pertemuan Dua Musuh yang Bersahabat; FC Barcelona vs Athletic Bilbao

Sudah ditentukan. Setelah melalui drama yang cukup panjang yang melibatkan Real Madrid terkait penggunaan Stadion Santiago Bernabeu, akhirnya RFEF (Federasi Sepak Bola Spanyol) menunjuk Camp Nou sebagai pelaksanaan partai final Copa del Rey 2014/15. Anggap saja kedua finalis bergantian menjadi tuan rumah.

Sebelumnya RFEF melakukan pertemuan dengan pihak FC Barcelona dengan Athletic Bilbao mengenai stadion mana yang akan dipilih sebagai tempat final. Akan tetapi rapat yang dilaksanakan pada Rabu (25/03) tersebut tidak menghasilkan kata sepakat dan RFEF akan menunjuk langsung stadion yang dipilih, terlepas apakah kedua kontestan menyutujuinya atau tidak. 

Gonjang-ganjing pemilihan stadion ini sebetulnya akan terlaksana dengan mudah andai kata Real Madrid memperbolehkan Bernabeu sebagai ajang pelaksanaan final, seperti yang terjadi pada musim 2012/13. Namun karena kali ini mempertemukan Athletic Bilbao dan FC Barcelona, dua klub yang berasal dari daerah separatis, pihak Los Galacticos tidak menginginkan stadionnya menjadi pesta bagi kedua tim. Padahal pada musim 2012/13 Bernabeu pernah menjadi tempat pelaksanaan babak final yang mempertandingkan Real Madrid melawan sang tetangga Atletico Madrid. Kala itu publik Bernabeu harus menahan malu karena sang tetangga bisa menang dengan skor akhir 1-2. 

Sebetulnya bukan karena alasan politis (pengibaran Senyera dan Ikurrina) yang menjadi keengganan Real Madrid. Di era demokratis seperti sekarang, dimana Real Madrid tidak pernah terlibat aktif secara politis, pertemuan keduanya tidak akan menjadi masalah. Apalagi akan ada income bagi sang pemilik stadion. Lebih dari itu, ada alasan historis kenapa Real Madrid enggan menerima Barca dan Bilbao bersuka cita di Bernabeu. Tapi karena Real Madrid memiliki perseteruan yang sengit dengan Bilbao di masa lampau dan Barca di era demokrasi. 

Seperti diketahui, Bilbao adalah tim yang sangat dominan di Spanyol pra dan pasca Perang Saudara Spanyol.Sebelum kedigdayaan Kubala di Barca dan Di Stefano di el Real, Bilbao muncul menjadi klub yang ditakuti dengan permainan yang kerasnya. Bahkan sebelum Real Madrid melihat FC Barcelona sebagai musuh, si Putih lebih dulu memandang Bilbao sebagai rival terbesar mereka. Tidak ada yang dibenci oleh Real Madrid dibanding Bilbao, sebagaimana yang dilakukan oleh harian Marca. 

Lain Bilbao, lain pula Barca. Hegemoni Barcelona dan Madrid membuat keduanya harus bersaing memperebutkan kekuasaan di Spanyol. Terhitung sejak era 1950-an hingga sekarang, baik Real Madrid dan FC Barcelona seakan memperebutkan kursi kekuasaan yang ditinggalkan oleh Jenderal Francisco Franco. Kudeta yang tidak pernah selesai. 

Yang terjadi sekarang, adalah campur tangan aparatur pemerintah dan politikus dalam sepak bola, atau lebih tepatnya di pemilihan tempat final. Harus diakui, sama seperti Indonesia, nuansa politis di sepak bola Spanyol sangatlah kental. Meski klub mengatakan apolitis, namun dorongan dari pihak-pihak yang berkepentingan politik dan suporter, seakan mengharuskan klub untuk mendengarkan aspirasinya. Mungkin tidak lama lagi klub-klub Spanyol, khususnya klub besar, akan menjadi partai politik. 

Jika mengaca pertemuan di San Mames pada musim 2011/12 dimana Josep Guardiola memenangkan piala terakhirnya di ajang Copa del Rey bersama FC Barcelona atas Athletic Bilbao, maka pertandingan akan berjalan dengan aman dan tertib. Dilatarbelakangi persamaan impian antara kedua belah pihak suporter dan klub untuk merdeka dari Spanyol, maka laga nanti akan seperti pertandingan "persahabatan." Pribahasa "musuh dari musuh adalah teman" mungkin terdengar familiar bagi keduanya.

Akur!

Namun benarkan kedua tim ini bersahabat karena berasal dari dua daerah konflik? Benarkan Ikurrina dan Senyera bisa duduk berdampingan karena memiliki musuh yang serupa? Ternyata tidak! 

Tercatat Bilbao dan Barcelona hampir memiliki rivalitas yang sangat keras, meski hingga sekarang masih tersisa gengsi untuk saling mengalahkan. Namun pada 5 Mei 1984, kedua klub memperlihatkan permainan yang sangat tidak indah disaksikan, perkelahian di lapangan yang dilakukan oleh kedua tim. 

Perselisihan ini bermula pada level liga, tepatnya pada 24 September 1983, pemain bertahan Bilbao Andoni Goikoetxea melakukan tackle keras kepada Maradona. Kaki Goikoetxea mengenai ankle Maradona dan mengharuskan pemain asal Argentina ini absen selama tiga bulan lamanya. Bukan hanya itu, tackle berbahaya dari belakang ini hampir mengakhiri karir gemilang Maradona. Uniknya, sepatu yang dipergunakan Goikoetxea dipajang di dalam kaca gelas sebagai bentuk kenang-kenangan usai menghajar kaki pemain superstar. Goiko mendapat hukuman larangan bermain sebanyak 18 pertandingan sebelum akhirnya dikurangi hanya 10 laga.

Screenshot tackle horror dari Butcher Goiko

Kala kedua tim bersua lagi di babak final Copa del Rey di Bernabeu, kedua tim berkelahi di lapangan. Jika sebelumnya Goikoetxa mencederai Maradona, kini giliran Bernd Schuster yang juga baru dibeli pada awal musim oleh FC Barcelona. Schuster tidak pernah bisa bermain gemilang seperti di awal musim pada akhirnya. Wasit Franco Martinez tidak bisa berbuat banyak, namun tercatat total ada tujuh kartu kuning yang dikeluarkan selama laga berlangsung. Empat untuk FC Barcelona dan tiga untuk Bilbao. 

Perkelahian partai final 1984
Tidak pernah ada kata maaf baik dari Goiko dan Clemente atas tindakan brutal kepada Maradona dan Schuster. Pada sebuah sesi wawancara, pelatih Bilbao saat itu, Javier Clemente, mengakui jika dirinya meminta para pemain Les Leones untuk bermain agresif dan membuat para pemain Barca takut untuk memegang bola. 

"Kami bermain seperti anjing di babak final tahun 1984, karena dengan adanya Maradona dan Schuster (di Barcelona) kami harus melakukan pekerjaan kotor agar mereka tidak bisa melawan. Jika kami membiarkan mereka bermain (mengembangkan permainan), kami tidak akan memiliki kesempatan juara. Hasilnya, mereka tidak ingin menyentuh bola dan kami bisa mencetak satu gol dan menjadi juara," ujar Clemente pada tahun 2010. 

Selain permainan keras, ada satu strategi lainnya yang biasa dipergunakan Clemente, yaitu manguerazo atau the sprinkler. Strategi ini terbiasa diterapkan oleh  Clemente yang meminta agar stadion dibasahi hingga semata kaki sehingga lapangan mudah berlumpur. Tindakan ini tetap dilakukan meski cuaca sedang hujan.

Apakah kedua klub akan memperagakan laga yang serupa seperti pada jaman dahulu? Kita lihat nanti. Yang pasti, pertemuan kedua tim selalu layak disandingkan label big match!



PRIMER EL BARCA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar