Athletic Bilbao, Franco dan Basque

Negara Spanyol selalu bergejolak dengan keinginan untuk merdeka dari dua daerah, yaitu Basque dan Katalunya. Kedua provinsi Spanyol tersebut dengan gagah berani berkata berbeda suku bangsa dengan daerah dari negara Semenanjung Iberia ini. Meski di Spanyol ada suku Galicia, Andalusia, Castillan, tapi Katalan dan Basque tidak ingin disamakan dengan ketiga suku yang ada di Spanyol.

Kedua suku ini memiliki kesamaan tujuan, yaitu merdeka, akan tetapi baik Basque dan Katalunya memilih cara yang berbeda agar bisa mewujudkan impian merdeka. Basque memakai cara keras, yang dipengaruhi oleh Partai Nasionalis Basque (PNV) dan organisasi yang dilabeli teroris, ETA. Sedangkan Katalunya memakai cara yang lebih halus, yaitu diplomasi. 

Cara keras yang untuk meraih kemerdekaan tersebut, ternyata sesuai dengan gaya permainan sepak bola yang diperlihatkan tim-tim asal Euzkadi, negara kuno yang sekarang ditempati oleh suku Basque di Spanyol dan Perancis ini. Tanya setiap penikmat La Liga, bagaimana permainan Real Sociedad, Athletic Bilbao, SD Eibar, Basonia, Indautxu, Barakaldo dan tim lainnya. Atau tanya Maradona bagaimana rasanya mendapat jegalan dari Andoni Goikoetxea yang hampir mengakhiri karirnya sebagai salah satu pesepakbola brilian dalam kurun waktu 100 tahun terakhir.

Bermain dan melatih Athletic Bilbao memang tidak bisa lepas dari tradisi pemain kelahiran Basque. Sesuatu yang hingga saat ini tidak bisa ditiru oleh klub manapun di Spanyol, di Eropa atau bahkan di dunia. Meski sedikit terdengar rasis, tapi Bilbao hingga saat ini masih mempertahankan hal tersebut. Beberapa pengecualian muncul di era Spanyol demokratis dengan memperlebar persayaratan menjadi pria yang tidak hanya lahir di daerah Basque Spanyol, tapi Basque Perancis. Juga pesepakbola yang lahir di luar daerah Spanyol, namun memiliki daerah keturunan Basque. 

Tanda tanya besar mungkin muncul dengan pertanyaan "Kenapa dan sejak kapan Bilbao hanya menerapkan peraturan khusus Basque?" Jika dirunut di buku sejarah yang sangat tebal, peraturan ini sudah ada sejak dahulu. Unik dan anehnya, aturan yang bisa dilihat sebagai xenophobia ini, "direstui" oleh Jenderal Francisco Franco yang terkenal karena melarang penggunaan atribut daerah, termasuk bahasa dan bendera daerah. Bisa dibilang, Franco memberi keleluasaan lebih kepada Bilbao dibanding klub sepak bola lainnya di Spanyol, bahkan dari Real Madrid sekali pun. 

Diktator sayap kanan ini melihat Bilbao sebagai klub puritan yang mempertahankan dan memperlihatkan superioritas suku Spanyol dan kental dengan faham Katolik. Bagaimana pun juga Franco tidak mengakui suku Basque (dan suku-suku lainnya) dan melihat Spanyol sebagai satu kesatuan. Bilbao merupakan klub Spanyol, maka dari itu Bilbao merupakan klub yang murni diisi oleh orang-orang Spanyol. Ada kebanggaan tersendiri bagi Franco jika melihat bagaimana Spanyol memperlihatkan superioritasnya, sebagaimana Adolf Hitler menunjukan hal serupa dengan pada suku Arya. Tidak heran kala Real Madrid memenangkan Piala European lima kali beruntun, el Real diboncengi oleh propaganda rezim sebagai superioritas negara Spanyol. Propaganda yang hingga kini melekat erat dengan Real Madrid, meski Spanyol telah memasuki era demokrasi.

Harus diakui jika Franco memang anti dengan nasionalisme Basque. Tapi dilihat dari bagaimana Franco masih memperbolehkan Bilbao menerapkan aturan khusus Basque hanya karena Los Leones sedang dalam masa kejayaannya pada pra dan pasca Perang Saudara Spanyol, maka menjadi ironi tersendiri. Apalagi Franco memperbolehkan surat kabar Marca yang lahir di daerah Basque dan menjadi corong faham Falangist, mencomot nama Rafael Moreno Aranzadi atau Pichichi sebagai nama penghargaan sebagai pencetak gol terbanyak. Padahal Marca sangat membenci, atau halusnya tidak menyukai, suku Basque dan Bilbao. Marca terkenal dengan favoritisme kepada Real Madrid, dibanding klub-klub Spanyol lainnya. 

Meski Franco memberikan aturan khusus kepada Bilbao, tapi bukan berarti pengikut Franco otomatis mendukung Bilbao juga. Suporter Bilbao memiliki beragam latar belakang politik. Ada yang pro Franco, ada pula yang mendukung kemerdekaan Basque, dan tidak sedikit yang mendukung penuh separatis ETA. Namun satu yang pasti, kala Franco meninggal dunia, pertermuan Athletic Bilbao dengan Real Sociedad, dua klub asal Basque, melakukan sesuatu yang unik dan dilarang sebelumnya, yaitu memasuki lapangan dengan kedua kapten dari masing-masing tim memegang kedua ujung bendera Ikurrina. Kejadian tersebut terjadi pada 5 Desember 1975, beberapa bulan setelah Franco berpulang. 

Bendera tersebut diselundupkan oleh pemain Sociedad, Josean de la Hoz Urunga didalam tas. Setelah kedua kapten berbicara, maka diputuskan akan membawa bendera Ikurrina ke lapangan. Sontak penonton Stadion Atocha di San Sebastian larut dalam emosi. Pihak keamanan tidak bisa berbuat banyak karena bisa memicu kerusuhan. Lebih dari itu, Partai Falangist Franco kehilangan genggamannya di dunia politik Spanyol. Era demokrasi akan segera terbit di Iberia.



Ada semacam kekaguman tersendiri baik dari Franco dan Marca kepada pesepakbola asal Basque. Memang benar adanya, dari sejak dahulu kala hingga sekarang, peran suku Basque dalam persepakbolaan Spanyol sangat kental dan tidak bisa dipisahkan. Silahkan lihat skuat Athletic Bilbao yang bisa sukses dan sanggup bertahan di La Liga dengan menggunakan pemain asli Basque, atau skuat Dream Team FC Barcelona yang memenangkan Piala European pertama kalinya yang juga diisi pemain-pemain asal Basque. Ada ungkapan jika Katalan terkenal dengan imajinasi (erat hubungannya dengan teori-teori konspirasi yang dilemparkan oleh fans FC Barcelona kepada Franco dan Real Madrid?), Kastillian dengan sifat keberanian (ditunjukan dalam sonorios di Real Madrid), Andalusia yang penuh dengan jiwa seni (dilihat dari musik flamenco), Basque yang terkeal dengan kekuatannya (sebagaimana ditujukan pada permainan Bilbao) dan Galicia yang tidak memiliki sifat kekhususan. 

Sifat keras (dan kekerasan) Bilbao dalam sepak bola bisa dilihat dari pertama kalinya daerah Basque bersinggungan dengan sepak bola, yaitu dari para pekerja tambang asal Inggris. Sebagaimana diketahui, sepak bola pada akhir 1800-an masih terasa seperti rugby dan memainkan permainan fisik (cenderung seperti perkelahian), tidak seperti orang Skotlandia yang sudah memainkan permainan skematik dan umpan-umpan pendek yang sekarang terkenal dengan tiki-taka. 

Jika persinggungan antara sepak bola Inggris dengan Basque ini diragukan, maka akan memunculkan keraguan juga dari chant "Aliron aliron Athletic Campeon." Kata aliron sendiri bisa berarti dua maksud, yaitu all iron dalam bahasa Inggris yang artinya semua besi, mengacu kepada tambang besi yang ada di Basque dan dikelola orang-orang Inggris, serta kata al-'ilan yang berasal dari bahasa Arab Hispanic yang memiliki arti proklamasi. Menurut Royal Spanish Academy, kata aliron versi al-'ilan sangat jamak diucapkan di seluruh daerah Spanyol, kecuali Basque. Kata serapan dari Arab lainnya pun masih diucapkan hingga sekarang, yaitu kata olé yang berasal dari w-allah dan berarti dari Allah. 

Suku Basque bisa saja mengangga pelota sebagai cikal bakal sepak bola. Raksasa Basque jentilak yang memainkan sebongkah glasier di pegunungan Pyrenees menjadi semacam mitos jika sepak bola berasal dari Basque. Akan tetapi perkembangan pelota harus terhenti sebelum terkenal pada 1509 karena Katedral Santiago di Bilbao. Andai pelarangan tersebut tidak ada, maka dunia akan menyaksikan sepak bola yang dimulai oleh bibit-bibit unggul Spanyol, dengan fisik yang terbiasa bermain keras. 



PRIMER EL BARCA!

*Noted: artikel ini dipotong menjadi dua pada 28 Maret, jam 09:18 WIB karena dianggap terlalu panjang. Artikel potongan berjudul Javier Clemente, Menembus Batas Sepak Bola

Tidak ada komentar:

Posting Komentar