Piala European 1992; Kelegaan dan Harapan FC Barcelona

Kenangan. Jika harus menjelaskan arti sebuah kenangan, maka saya akan berkata bahwa kenangan adalah gambaran kecil yang terjadi di masa lalu dan tersimpan didalam otak, serta bisa mempengaruhi jalannya hidup kita di masa mendatang. Betul kah?

Sebuah kenangan buruk akan menjadi peringatan keras agar tidak diulang, sementara kenangan indah menjadi pemicu untuk menciptakan hal serupa di masa mendatang. Keduanya memang seperti dua mata pisau sebab keduanya bisa menghasilkan yang bertolak belakang. Kenangan buruk menjadi kenangan indah, begitu pun sebaliknya. 

Pada tanggal 20 Mei 1992 menjadi hari yang bersejarah bagi FC Barcelona sebab pada hari tersebut sebuah kenangan indah lahir, objektivitas terlunasi dan terbentuk, serta kelegaan memenuhi setiap rongga dada. Sebuah doa yang dikabulkan oleh sang Illahi kepada para suporter Barca, karena pada tanggal tersebut FC Barcelona mengukir prestasi dengan memenangkan Piala European atau yang sekarang lebih dikenal dengan Piala Liga Champions. The Big Ear! 

Kemenangan berkat gol tunggal dari Ronald Koeman pada menit 112 ini menjadikan Barca sebagai salah satu klub elit Eropa karena bisa memenangi European Cup. Setidaknya kemenangan ini menjadi jalan awal menuju kesuksesan (dan kegagalan) dikemudian hari. Menjadi harapan yang kerap diimpikan untuk terulang kembali. Menjadi objektif yang selalu dibebankan tiap musimnya. 

Impian yang menjadi kenyataan ini mungkin akan dirayakan tujuh hari tujuh malam andai terjadi pada era sekarang, dimana media massa dan sosial media menjadi sumber informasi andalan. Akan tetapi sebetulnya pada saat itu pun perayaan kemenangannya tidak akan terlupakan, khususnya oleh orang Katalunya dan Spanyol pada umumnya. 

Kala itu ada janji yang harus ditepati oleh Joan Gaspart yang masih menjabat sebagai wakil presiden Lluis Nunez berenang di Sungai Thames, London pada pukul 5 pagi! Sebuah kegilaan karena sungai Thames tercemar limbah dan memiliki arus yang kuat. Andai kemenangan tersebut terjadi ketika FC Barcelona menjadi brand global seperti sekarang, maka akan banyak nazar yang harus ditepai.

Bukan hanya Gaspart yang merayakan secara belebihan. Surat kabar asal Katalunya, Mundo Deportivo pun merilis tajuk berita "The Biggest Day" dengan menampilkan foto Hristo Stoickov memakai helm khas kepolisian Inggris yang disebut Bobby Helmet, jempol terangkat dan dengan latar belakang Big Ben. 

Sebagai pelatih kepala, ini adalah torehan terbaik Hendrick Johann Cruyff. Jika sebelumnya Cruyff hanya bisa mendapatkan satu persatu piala tiap musimnya, pada musim 1991/92 FC Barcelona mendapatkan tiga piala sekaligus, yaitu Piala European, titel La Liga dan Piala Super Spanyol. Yang lebih fenomenalnya lagi, Barca tidak banyak membeli pemain pada awal musim. Hanya Juan Carlos dari Atletico Madrid, Miguel Angel Nadal dari Real Mallorca, Richard Witschge dan Cristobal Aguilera dari Logrones.

Terkesan sombong dan bisa menjadi blundder, presiden Josep Lluis Nunez mengatakan bahwa pembelian banyak pemain bukan lah kunci utama meraih kemenangan. Padahal Nunez sadar jikalau Barca bermain di Piala European. 

"Kami harus bermain di Piala European dengan memberikan kepercayaan diri kepada para pemain muda dan sedikit sentuhan pemain baru," ujar Nunez kala itu. 

Sebetulnya ada perasaan skeptis didalam kata-kata sang presiden ini. Bagi Nunez, menjuarai title La Liga lebih penting dibandingkan memenangkan Piala European. Bagaimana  pun juga, FC Barcelona masih trauma dengan kekalahan di Sevilla, dimana pada laga tersebut lebih dominasi para pendukung FC Barcelona dibanding tim lawan. Dianggap bermain di "kandang" (karena dilakukan di Spanyol) sehingga diunggulkan, Barca malah tumbang dari Steaua Bucarest di drama adu penalti. Kemenangan yang sudah ada didepan mata, sirna begitu saja. Ditambah lagi dengan tingkah laku Bernd Schuster pasca diganti. Pedih. 

Berbeda dengan Nunez yang ragu-ragu di awal musim, para pemain Barca malah sudah berkhayal berapa anak tangga yang akan mereka lalui kala berjalan menuju podium penganugerahan juara, sehari sebelum bertanding di Wembley. Menggelikan, bukan? 

Memang, para pemain terkesan menikmati momen-momen tersebut. Bagaimana pun juga, andai hasil kekalahan yang diraih, tidak ada pengharapan berlebihan yang dapat berakibat kekecewaan mendalam. Setidaknya para pemain sudah memiliki kesempatan dan mencobanya. Berbeda dengan yang terjadi di era sekarang ini. 

Ketegangan Terlihat di Mata Para Pemain
Namanya laga besar dan penting, kegugupan akan selalu hinggap kedalam sanubari para pemain. Guardiola masih ingat bagaimana para pemain duduk diam di bus kala melakukan perjalanan dari hotel ke stadion. Begitu pula kala berada di ruang ganti pemain yang sempit sampai-sampai tas perlengkapan harus ditinggalkan diluar ruangan. Ditambah lagi skuat datang dua jam sebelum kickoff, sehingga penantian yang panjang menambah kegugupan dan kekhawatiran. Bukan hanya pemain, namun para fans pun merasakan hal serupa.

Melihat para pemainnya gugup, Cruyff memiliki satu kunci untuk membuat para pemainnya lebih rileks. Salid y disfrutad. Bermain dan nikmati lah. Itu adalah perkataan legendaris Cruyff, serupa dengan seny, pit i collons-nya almarhum Tito Vilanova. Cruyff tahu, ini mungkin menjadi kesempatan satu-satunya sehingga harus memberikan segalanya dengan cara bermain tenang. 

Laga berjalan dengan tegang, bagi para pemain dan fans. Waktu yang terus berpacu kian menambah degup jantung, begitu kata Txiki Berguiristain. Kesempatan muncul ketika Eusebio terjatuh diluar kotak penalti. Tintin yang menjadi eksekutor, sukses membobol gawang Gianluca Pagliuca. Koeman berlari menuju bench untuk merayakannya, sebelum bola mengenai jaring gawang dan dinyatakan gol. 

Sepanjang laga, tensi tinggi menyelimuti kedua kubu. Presiden Sampdoria Paolo Mantovani dikatakan harus menerima perawatan kesehatan karena jantungnya yang pernah merasakan pisau operasi, tidak kuat menahan atmosfir pertandingan. Joan Gaspart pun dikatakan tidak menyaksikan laga tersebut, saking tegangnya. Ia duduk di dalam toilet. Kelegaan baru membuncah ketika seorang polisi menggedor pintu toilet sambil berkata "tim anda mencetak gol! Tim anda mencetak gol!"

Tintin Sang Pemecah Kebuntuan
Meski diberitahu timnya unggul, Gaspart enggan keluar dari toilet. Yang terjadi adalah para pemain FC Barcelona yang ada di lapangan dan di bench merasakan ketegangannya bertambah. Bagaimana tidak, kemenangan sudah ada didepan mata. Bisa menahan skor sementara, maka kemenangan ada digenggaman. Baru, setelah peluit panjang ditiup, polisi yang sama kembali mengedor pintu toilet untuk memberi tahu jika Barca menang. Gaspart pun keluar hanya untuk melihat Alexanco mengangkat piala Big Ear untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. 

Sepanjang 93 tahun FC Barcelona berdiri, kali itu lah klub bisa menambah 'piala jenis baru' di lemari tropi. Kerja keras dan keringat yang dikucurkan oleh para pemain, menjadi saksi sejarah untuk berpuluh-puluh atau mungkin berabad-abad mendatang. Padahal Sampdoria kala itu bukanlah tim yang lemah. Ada Gianluca Vialli, Mancini, Pagliuca dan lainnya yang merupakan legenda Italia. 

Jalannya perayaan di Las Ramblas, pusat kota Barcelona, sedikitnya 10 orang terluka saking gembiranya. Menurut laporan kepolisian, 15.000 orang memadati Las Ramblas, dan ribuan lainnya memadati kota-kota lainnya di provinsi Katalunya. Dua jam sebelum laga dimulai, Las Ramblas dikatakan sudah penuh dengan ratusan suporter yang memakai atribut FC Barcelona. Hanya ketika laga berjalan seluruh penjuru Katalunya terdiam dan fokus kepada televisi. 

Jika membaca jalannya laga kala itu, FC Barcelona bermain tidak begitu bagus. Aliran bola tidak bisa berjalan sebagaimana semestinya dan para pemain mendapat markingan yang ketat. Oleh karenanya, Barca bermain dengan long pass dan umpan lambung dari Koeman. Sayangnya, umpan silang tersebut tidak bisa berbuah gol karena barisan pertahan Il Samp sangat superior di aerial duel. Pelatih kepala Sampdoria, Vujadin Boskov telah melakukan perkejaan rumah pra pertandingan dengan menganalisa permainan blaugrana dengan baik. Di babak kedua, barulah Barca bisa bermain sedikit lega.

The Dream Team, itu julukan yang diberikan kepada FC Barcelona musim itu. Campuran dari beragam kewarganegaraan dan ras. Belanda, Katalunya, Basque, Spanyol, Denmark, dan Bulgaria bersatu padu untuk satu tujuan, serupa dengan keheterogenan FC Barcelona yang dimulai oleh orang Swiss, diisi orang Katalunya, Spanyol dan Inggris. Khusus untuk suku Basque, ada peran besar dalam kesuksesan ini, sebagaimana suku di Utara Spanyol ini secara sejarah membuktikan memiliki kelebihan dalam fisik dan sepak bola. Sedangkan suku Katalunya yang diwakili oleh Josep Guardiola, mampu mengkreasikan permainan. Mes que un club bisa dibaca sebagai kepluralan yang bukan dimiliki oleh suku Katalunya semata. Saat ini, FC Barcelona menjadi 'milik' semua suku bangsa di dunia. 

Kelegaan! Perayaan! Visca el Barca!
Kini, FC Barcelona memiliki kesempatan untuk menjuarai Liga Champions yang kelima. Ketika Real Madrid meraih La Decima dalam tempo 58 tahun, FC Barcelona (insha Allah) dapat meraih setengahnya, dalam tempo 23 tahun atau lebih cepat enam tahun jika dihitung berdasarkan kalender. Tidak ada yang lebih tepat dibandingkan aliran doa yang tidak terputus kepada para pemain serta dukungan kepada Luis Enrique agar bisa mempersembahkan piala kelima.

Sejarah FC Barcelona di kancah Liga Champions memang belum ada apa-apanya dibandingkan Real Madrid. Akan tetapi Barca suatu saat akan bisa melampaui dan menciptakan kenangan indah. Nanti. Entah kapan. 



PRIMER EL BARCA!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar