Yin dan Yang Duo Raksasa Spanyol

Jika menurut ajaran Tao, dunia ini terbagi menjadi dua, yin dan yang. Gelap dan terang. Positif dan negatif. Baik dan buruk. Kedua hal berbeda tersebut tidak bisa disatukan dan tidak bisa terpisahkan jua. 


Ada keseimbangan konstan dalam kedua hal tersebut. Seperti sebuah nada ritmis yang saling melengkapi namun bertolak-belakang. Unik. 

Dua kubu yang berbeda. Ah, iya. Beberapa waktu lalu pun di Twitter ada perdebatan mengenai sepak bola indah dan parkir bus. Akan tetapi karena perdebatan yang konstan dan intens, sehingga substansinya melebar menjadi sepak bola indah dan sepak bola efektif. 

Ah, saya terlalu bodoh untuk turut serta dalam arus perdebatan tersebut. Jangankan menilai sepak bola indah atau parkir bus atau efektif, menilai sebuah bola yang melewati garis gawang atau tidak pun bagi saya sudah menjadi urusan yang maha sulit. Untungnya FIFA berbaik hati menerapkan teknologi garis gawang, meski dikritisi sebab dianggap menghilangkan ketradisonalan sepak bola. 

Namun demikian, jika berbicara dua kubu yang bertolak belakang, maka tidak bisa lepas dari kesuksesan dua dari empat klub Liga Spanyol, yaitu FC Barcelona dan Real Madrid. Yang katanya, duo raksasa Spanyol ini menjadi kampiun di kancah lokal dan di Eropa. Yang pertama mendapatkan dua piala Liga dan Copa del Rey, sedangkan yang kedua mendapatkan satu piala bergengsi, Liga Champios. 

Selain kebanggaan bagi masing-masing klub, muncul perdebatan (lagi) yang membahas apakah dua piala Barcelona itu sebanding dengan satu piala Madrid? Apakah menjadi top skor di Liga itu tidak lebih penting dibandingan membuat banyak gol di pentas Eropa? 

Perdebatan dua kubu ini biasa terjadi di akhir musim dan pada Januari nanti kala penghargaan Ballon d'Or diumumkan. Hampir sama dengan para pembesar yang memiliki ide dalam memperbaiki negara Indonesia, selalu bertolak belakang diantara kubu-kubu. Anti dan pro. Thesis dan anti thesis. 

Rasa-rasanya tidak perlu menjawab dua pertanyaan diatas. Bukan tidak ingin terseret arus debat kusir. Bukan. Namun bagi saya, setiap kubu memiliki opini kuat dan tidak perlu disatukan alias dibanding-bandingkan. Si A juara di kompetisi X, si B juara di ajang Z. Yang patut diperdebatkan adalah ketika kedua klub ini menjadi juara di satu kompetisi yang sama. Itu baru namanya masalah. 

Jika ada kelebihan, maka akan ada kekurangan. Beranikah memperlihatkan borok sendiri? Rasa-rasanya tidak semua orang mau bersedia membuka aib. 

Melihat perjalanan FC Barcelona di musim ini, sepertinya disayangkan tersingkir di Liga Champions dari tangan Atletico Madrid. Padahal secara kualitas diatas kertas kontrak, Barca lebih unggul dibanding rojiblancos. Tapi kenyataannya siapa yang bermain efektif, dia lah pemenangnya. Untuk kali ini. 

Sedangkan Real Madrid hampir mengungguli blaugrana di kancah liga. El real hampir menjadi juara andai Barca terpeleset di jornada terakhir dari Granada. Bukan Barca jika tidak bisa menang dengan sedikit gaya. Maka dari itu, kali ini keindahan sepak bola lebih unggul dibandingkan permainan efektif yang biasa diperagakan oleh Madrid.

Namun demikian, los blancos bisa berbangga hati karena pada akhirnya menjadi juara Liga Champions. Sedangkan Barcelona menjadi juara di La Liga dan Copa del Rey. 

Untuk memperjelas paragraf-paragraf diatas, saya menyamakan Barca dengan permainan indah, karena memang seperti itu lah filosofinya. Sedangkan Real Madrid saya sebut bermain efektif karena memang seperti itu lah mereka. Tidak bermain indah, tapi bisa menyelesaikan tugasnya dengan baik. 

Mungkin benar apa kata Andres Iniesta. Real Madrid memang menjadi juara Liga Champions, namun mereka merasa sedih karena gagal menjadi juara di kancah liga sebab hanya memiliki selisih satu poin saja. Bukan kah selish satu poin itu sebuah kenyarisan yang teramat tipis?

Don Andres pun menyatakan kesedihannyaEL  karena gagal di Liga Champions usai kalah dari Atletico Madrid. Sebuah trofi yang melambangkan kebesaran klub. Tapi setidaknya Barca bisa menyabet dua piala sekaligus di akhir musim. Sedikit terbayarkan, karena di musim depan setidaknya azulgrana memiliki kans untuk menjadi juara di pentas Eropa, sebagaimana Real Madrid juga memiliki kesempatan di La Liga dan CdR. 

Rasanya tidak adil jika memperdebatkan siapa klub terbaik dunia. Sebab, setiap musim atau setiap dekade selalu ada perubahan. Tengok Nottingham Forrest yang dulu menjadi jawara Inggris di panggung Eropa. Sekarang malah di kasta bawah. Lalu ada pula Leicester City yang sebelumnya tidak diperhitungkan, kini menjadi juara Liga Inggris. Di Spanyol ada Villarreal, Deportivo La Coruna, Valencia, Malaga CF, Alaves dan Athletic Bilbao yang sempat perkasa di kompetisi lokal dan domestik, namun untuk sekarang sedang dalam menuju fase setengah tidur. 

Jangan salah, Real Madrid dan Barcelona pun pernah merasakan fase minim gelar, meski tidak seintens yang dirasakan Forrest, Liverpool, Valencia, Atheltic Bilbao atau AS Monaco. 

Dengan perbandingan ini, kita lupakan sejenak perdebatan dan silahkan tanya kepada diri anda masing-masing. Kapan terakhir kali klub kesayangan anda kesulitan untuk juara? Seperti ajaran Tao yang sudah disinggung diatas, ada terbit dan ada tenggelam. Ada kemenangan, dan ada kekalahan. Itu yang disebut kehidupan. Satu yang pasti, Liga Spanyol kian mendominasi kancah Eropa, dengan segala kekurangannya.



PRIMER EL BARCA!

1 komentar:

  1. Selalu ad perbedaan. Beda kepala beda pemikiran, Beda pemikiran beda presefsi. It saja kang. :D

    BalasHapus